Labels

Thursday, November 29, 2012

(Cerpen) Ibu Kau Segalanya Bagiku


Pada malam itu, Reno bertengkar hebat dengan ibunya.  Karena sangat marah, ia pun pergi meningggalkan rumah. Dia berjalan terus tanpa ia sadari kalau ternyata ia pergi tanpa membawa apa-apa.
Saat dijalan ia memcium aroma masakan di sebuah warung tenda kecil yang menyediakan berbagai menu masakan.tanpa pikir panjang ia pun menuju warung tersebut. Tak lama kemudian salah satu pemilik warung tersebut menghampiri Reno... lalu berkata "Anak muda,,ada yang bisa saya bantu... ?"
"iya, saya lapar... tetapi aku tidak membawa uang".. jawab Reno dengan malu"..
" ya sudah tidak apa" ,, ayo silahkan masuk.. di luar hujan.. aku buatin soto hangat gratis buat kamu".. jawab pemilik warung tersebut.

Tidak lama kenudian, pemilik warung mengantarkan semangkuk soto babat hangat sesuai tawarannya tadi.
Reno pun segera memakannya, beberapa menit kemdian ia tiba-tiba ingat sama ibunya.. 

air matanya pun jatuh berlinang.
"ada apa nak..? tanya pemilik warung yang masih duduk di depan Reno, menemani ia makan..
"tidak apa-apa pak, tiba-tiba saja aku ingat ibuku, saya terharu sama kebaikan Bapak.."
Orang yang baru aku kenal beberapa menit yang lalu saja sudah memberiku semangkuk soto hangat. Sedangkan ibuku.... 

ia baru saja mengusirku dari rumah " dan saya dilarang balik lagi kerumah "
Bapak , orang yang baru ku kenal, tetapi peduli dengan ku dibanding ibuku sendiri,"
Pemilik warung tenda tersebut menarik nafas panjang setelah mendengar perkataan Reno "
Anak muda, mengapa kau berfikir seperti itu,,,? renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkok soto dan kau begitu terharu. 

ibukmu telah memasakkan soto dan nasi untukmu sewaktu kamu kecil dulu, sampai saat ini,mengapa kau tidak berterimaksih dengannya?
dan kau malah bertengkar dngannya.."

Reno , mulai berfikir mendengar hal tersebut.
“mengapa aku tidak penah memikirkan hal itu..?? 

untuk semangkok soto hangat dari orang yang baru ku kenal ,aku sangat berterimakasih. Akan tetapi bertahun-tahun ibu memasakan aku sampai saat ini,, bahkan aku tak memperlihatkan kepeduliannku kepadanya dan hanya karena persolan sepele , aku bertengkar denganya."
Reno,segera menghabiskan soto nya, lalu ia bergegas diri untuk segera pulang kerumah.
Di sepanjang jalan menuju rumahnya,, ia memikirkan kata-kata apa yang harus diucapkan kepada ibunya nanti...?"
Begitu sampai depan pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah cemas.
Ketika melihat Reno , kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Reno kau sudah pulang?  Cepat masuk, diluar dingin ibu telah menyiapkan makan malam kesukaanmu dan makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanannya akan dingin jika kau tidak memakannya sekarang..
Pada saat itu Reno tidak bisa menahan air matanya, lantas ia menangis dipelukan ibunya.
Sekali waktu , kita mungkin akan sangat brtimakasih kepda orang lain disekitar kita,untuk suatu pertolongan kecil yang ia berikan ke kita.
Tetapi, kepda orang yang sangat dekat dari kita (keluarga ) khususnya orang tua kita , kita harus ingat bahwa kita berterimakasih kepada mereka seumur hidup kita.

Thursday, October 18, 2012

Kecamatan Tayu


Kecamatan Tayu merupakan kecamatan termaju ketiga di Kabupaten Pati setelah kecamatan Pati dan kecamatan Juwana. Terletak lebih kurang 27 km ke arah utara kota Pati, tepat di jalur yang menghubungkan Pati dengan Jepara.
Kecamatan ini berada di keinggian antara 1 - 41 meter dpl dan sebagaimana daerah lain di kabupaten Pati bagian utara, Tanah di Kecamatan Tayu terdiri atas tanah Aluvial, Red Yellow dan regosol. dengan luas 4.759 ha yang terdiri atas 2.038 ha lahan sawah dan sisanya seluas 2.721 ha lahan non sawah.
Batas-batas wilayah Kecamatan Tayu yaitu:

Deny Pranata

Deny Pranata lahir di Pati pada tanggal 21 Desember 1990. Putra dari Wiwit (ayah) dan Sukijah (ibu).

Tuesday, October 2, 2012

Analisis Dimensi Sosial Novel Para Priyayi Dengan Tinjauan Sosiologi Sastra (Karangan:Umar Kayam)


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Novel merupakan salah satu bagian dari sastra yang masih digemari oleh masyarakat umum. Pada kesempatan ini peneliti akan meneliti atau mengkaji sebuah novel yang berjudul Para Priyayi karangan Umar Kayam dengan pendekatan sosiologi sastra. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi karena dalam novel Para Priyayi membahas mengenai kehidupan sehari-hari oleh tokoh yang ada dalam novel tersebut. Gaya penulisannya juga sederhana, bernarasi Jawa yang akrab, mudah dicerna, dengan kritik-kritik yang segera mengajak pembaca membuat perenungan, yang sebenarnya memiliki kandungan makna dan filosofi kehidupan.  Selain budaya pewayangan yang banyak diekspos dalam novel Para Priyayi, Umar Kayam juga menghadirkan para tokoh yang sangat mencerminkan orang-orang Jawa pada umumnya. Sosiologi dalam sastra merupakan gabungan dan sistem pengetahuan yang berbeda. Sosiologi adalah bidang ilmu yang menjadikan masyarakat sebagai objek materi dan kenyataan sosial sebagai objek formal.
Seorang sastrawan yang bernama Waluyo (2002:68) berpendapat bahwa karya sastra hadir sebagai wujud nyata imajinatif kreatif seorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain, terutama dalam penciptaan cerita fiksi. Proses tersebut bersifat individualis artinya cara yang digunakan oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal diantaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara mengekspresikan apa yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa penyampaian yang digunakan.
Sastra sebagai hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, kemudian dengan adanya imajinasi yang tinggi seorang pengarang tinggal menuangkan masalah-masalah yang ada disekitarnya menjadi sebuah karya sastra.
Fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel (Abrams dalam Nugiyantoro, 2000:4). Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discource) (dalam pendekatan structural dan semiotic). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal itu disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyarankan pada kebenaran sejarah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000:2).
Karya fiksi dengan demikian menyaran pada suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguhsehingga ia tak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata sehingga kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Ada tidaknya, atau dapat tidaknya sesuatu yang dikemukakan dalam suatu karya dibuktikan secara empiris inilah antara lain yang membedakan karya fiksi dengan karya nonfiksi. Tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedang pada karya nonfiksi bersifat faktual (Nurgiyantoro, 2000:2)
Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Oleh karena itu, fiksi menurut Altenbernd dan lewis (dalam Nurgiyantoro, 2000:2) dapat diartiakn sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.
Ada berbagai bentuk karya sastra, salah satunya yaitu novel. Novel dapat dikaji dari beberapa aspek, misal penokohan, isi, cerita, setting, alur dan makna. Semua kajian itu dilakukan hanya untuk mengetahui sejauh mana karya sastra dinikmati oleh pembaca. Tanggapan pembaca terhadap satu novel yang sama tentu akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemahaman dan daya imajinasi mereka, missal pada novel karya Umar Kayam yang berjudul Para Priyayi. Novel Para Priyayi karya Umar Kayam menggambarkan secara gambling warna-warni kehidupan tokohnya yang brlatar kehidupan Jawa. Novel ini menarik untuk dianalisis karena didalam novel ini menceritakan realita kehidupan tokoh-tokohnya mengenai kehidupan keluarga besar priyayi Jawa dan masalah-masalah yang ada didalamnya. Keluarga ini adalah keluarga Sastrodarsono. Perjuangan hidup untuk membangun satu generasi priayi yang berasal dari seorang petani.

B. Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah struktur yang membangun novel Para Priyayi karya Umar Kayam?
2.    Bagaimanakah nilai-nilai social yang terdapat dalam novel Para Priyayi karya Umar Kayam?
C.Tujuan Penelitian
1.    Mendiskripsikan struktur yang membangun novel Para Priyayi karya Umar Kayam.
2.    Mendiskripsikan nilai-nilai social yang terdapat dalam novel Para Priyayi karya Umar Kayam.
D.Manfaat Penelitian
            Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para pembaca, baik bersifat teoritis maupun praktis.
1.    Manfaat Teoritis
a.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan perkembangan ilmu sastra.
b.    Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya penggunaan teori-teori sastra secara teknik analisis terhadap karya sastra.

2.    Manfaat Praktis
a.    Bagi pengarang penelitian ini dapat memberikan masukan untuk dapat menciptakan karya sastra yang lebih baik.
b.    Bagi pembaca penelitian ini dapat menambah minat baca dalam mengapresiasikan karya sastra.
c.    Bagi peneliti, penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra dan menambah khasanah penelitian sastra Indonesia sehingga bermanfaat bagi perkembangan sastra Indonesia.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A.Kajian Pustaka
    Kajian pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang penulis buat yaitu mengenai analisis sosiologi, perbedaannya pada objek penlitiannya.
            Penelitian yang dilakukan oleh Ocviyanti Ahadah (2009) dengan judul “Nilai-nilai Edukatif dalam “Novel Mengejar Matahari” karya Titien Wattimena: Tinjauan Sosiologi Sastra. Penelitian tersebut berkesimpulan berdasarkan analisis structural, unsure-unsur novel tersebut menunjukkan kepaduan dan hubungan yang harmonis dalam mendukung totalitas makna. Struktur yang membangun novel Mengejar Matahari antara lain tema, penokohan, alur, dan latar. Nilai-nilai edukatif yang menonjol dalam novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena adalah 1. Nilai cinta kasih sayang yang meliputi (a) kasih sayang terhadap sesame, (b) kasih sayang terhadap keluarga, 2. Nlai toleransi, 3. Nilai kesabaran (mampu mengendalikan diri), 4. Nilai tanggung jawab.
       Penelitian yang dilakukan oleh  Eny Setya Utami (2011) dengan judul “Nilai Edukatif dalam “Novel Pesan dari Sambu” karya Tasmi P.S.: Tinjauan Sosiologi Sastra karya. Penelitian tersebut menarik kesimpulan berdasarkan analisis structural unsure-unsur novel tersebut menunjukan kepaduan dan hubungan yang harmonis dalam mendukung totalitas makna struktur yang membangun novel “Pesan dari Sambu” antara lain tema, penokohan, alur dan latar. Tema dalam novel Pesan dari Sambu adalah cinta dan kasih sayang. Sedangkan tokoh utamanya adalah Mimi anak yang berusia 13 tahun.
       Penelitian yang dilakukan oleh Hening Wulan Aprilia (2012) dengan judul “Dimensi Sosial Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Penelitian yang dilakukan Hening berkesimpulan bahwa unsure-unsur structural dan unsure-unsur sosiologi saling mendukung, karena pengkajian terhadap unsure-unsur structural merupakan pengkajian pertama sebelum mengkaji unsure sosiologi. Dalam novel Sang Pencerah tersebut isinya mengandung banyak tentang agama islam dan masalah-masalah dalam masyarakat beragama.
B.   Dasar Teori
1.         Pengertian Novel
Nurgiyantoro (2009:9) Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette) yang berarti karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.
Nurgiyantoro (2000:18) menjelaskan bahwa novel adalah suatu cerita fiksi yang tidak selesai dibaca sekali duduk dan terdiri dari tema, alur, plot, dan penokohan. Novel merupakan bagian dari karya sastra yang berbentuk fiksi atau cerita rekaan, namun ada pula yang merupakan kisah nyata.
2.         Pendekatan Struktural
Nurgiyantoro (2007: 37) mengatakan bahwa pendekatan structural adalah pendekatan yang secara langsung menganalisis unsure-unsur intrinsic yang membangun karya sastra serta mencari relevansi atau keterjalinan antar unsure-unsur tersebut. Strukturalisme juga dipandang sebagai salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsure pembangun karya bersangkutan.
3.         Pengertian Sosiologi Sastra
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologi sastra adalah suatu pendekatan yang melihat hubungan antara sastra dengan masyarakat (Wellek dan Warren, 2000: 110. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga social dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan struktur social. Wilayah sosiologi sastra cukup luas, Wellek dan Warren (dalam Damono, 2000: 111) membagi telaah sosiologis menjadi tiga klarifikasi yaitu :
a.         Sosiologi pengarang,  yakni  yang mempermasalahkan  tentang  status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang men yangkut diri pengarang.
b.         Sosiologi  karya  sastra,  yakni  mempermasalahkan  tentang  suatu  karya  sastra;  yang menjadi  pokok  telaah  adalah  tentang  apa  yang  tersirat  dalam  karya  sastra  tersebut  dan  apa tujuan atau amanat  yang hendak disampaikannya.
c.         Sosiologi sastra yang  mempermasalahkan tentang  pembaca  dan pengaruh  sosialnya terhadap masyarakat.
        Dari  pendekatan  sosiologi  sastra  yang  telah  dikemukakan  di  atas,  peneliti  akan menggunakan  satu  pendekatan  yang dianggap  sesuai dengan  penelitian  ini.  Pendekatan  yang digunakan  adalah  pendekatan  yang  dikemukakan  oleh  Ian  Watt  yang  melihat  sastra  sebagai cermin masyarakat.


C.   Kerangka Berpikir
       Kerangka berpikir dalam penelitian kualitatif hanya merupakan bagaimana setiap variabelnya dengan posisinya yang khususnya akan dikaji dan dipahami keterkaitannya dengan variable yang lain ( Sutopo, 2002 : 141). Dalam mengkaji novel ini peneliti menganalisis beberapa unsure pembentuk karya sastra diantaranya : Tema, Penokohan, Alur, dan Latar. Kemudian dilanjutkan menggunakan pendekatan sosiologi sastra sebagai analisisnya dan yang terakhir simpulan.

D.   Metodelogi Penelitian
1.    Pendekatan Penelitian
     Dalam penelitian ini peneliti mengungkapkan data-data yang berupa kata-kata, frasa, ungkapan yang ada dalam novel Para Priyayi karangan Umar Kayam dan permasalahan-permasalahan yang dianalisis dengan teori structural dan teori sosiologi sastra untuk menganilisis unsure sosialnya.
       Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif diskriptif. Dalam metode kualitatif diskriptif bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendiskripsian yang sangat teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal, keadaan, fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data meliputi analisis dan interprestasi data tersebut (Sutopo, dalam Imron, 2010: 32).
2.     Subjek dan Objek Penelitian
          Subjek penelitian ini adalah novel Para Priyayi karya Umar Kayam, sedangkan Objek penelitian ini adalah aspek dimensi social yang ada dalam novel Para Priyayi. Dari sekian novel karangan Umar Kayam, peneliti tertarik untuk meneliti novel yang berjudul Para Priyayi karena dalam novel tersebut banyak kejadian atau peristiwa yang sangat mengugah wawasan bagi pembaca yaitu mengenai agama serta kebudayaan Jawa yang sangat kental.
3.         Data dan Sumber Data
a.         Data
Data merupakan bagian yang terpenting dalam setiap bentuk penelitian. Menurut Sutopo (2002:48), data kualitatif merupakan data yang berkaitan dengan kualitas. Data yang dikumpulkan adalah data diskriptif kualitatif yaitu data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Moleong, 2006: 11).
Data dalam penelitian ini adalah kata-kata serta ungkapan yang ada dalam novel Para Priyayi karya Umar Kayam yang mengandung unsur dimensi social masyarkat.
b.         Sumber Data
   Menurut Loflan (dalam Moleong, 2006: 112) sumber data adalah sumber dari mana data itu diperoleh. Sumber utama penelitian kualitatif penelitian ini adalah kata-kata dan selebihnya adalah tambahan. Sumber data penelitian ini adalah novel Para Priyayi karangan Umar Kayam.
4.         Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik pustka yaitu dengan menganalisis isi. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto, 1992: 42). Pada analisis ini peneliti membaca kemudian mencatat dokumen-dokumen yang diambil dari data primer yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Datanya berupa novel, maka peneliti mencoba menelaah isi novel Para Priyayi karangan Umar Kayam.
5.         Keabsahan Data
Validitas merupakan alat ukur yang mempersoalkan mengenai apakah alat ukur tersebut benar-benar dapat mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian kualitatif untuk menjamin data yang diperoleh atau dihasilkan, validitas datanya dapat dilakukan dengan cara triangulasi teori dan triangulasi peneliti.
a.         Triangulasi data
Yaitu penelitian dengan memanfaatkan jenis data yang berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis.
b.         Triangulasi peneliti
Baik data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti.
c.         Triangulasi metode
Penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan teknik atau pengumpulan data yang berbeda.
d.        Teknik analisis data
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori membahas permasalahan yang dikaji.
6.         Teknik Analisis Data
     Teknik analisis data meruppakan proses mengatur urutan data menggolongkannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moeleong, 2001: 103). Kegiatan analisis data itu dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah dimulai sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif.           
     Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode klasifikasi, deskriptif, dan analisis. Analisis data yang ditinjau dari segi klasifikasi yakni data-data yang telah diklasifikasikan tersebut, lalu dideskripsikan apa adanya tanpaadanya penilaian, kemudian dilakukan penganalisisan. Analisis data merupakan tahap inti dari penelitian penelitian kualitatif ini. Metode klasifikasi, deskriptif,dan analisis dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan sosiologi sastra yang ada dalam novel Para Priyayi karangan Umar Kayam.
Berdasarkan jenis data tersebut alur atau tahap penelitian dimulai dari : pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.






DAFTAR PUSTAKA
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2010. Dimensi Sosial Keagamaan Modern.   Solo: Smart Media.
Damono, Sapardi Djoko. 2004. Sosiologi Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kayam, Umar. 2001. Para Priyayi. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama.
Moeleong, lexy. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rusdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian fiksi. Yogyakarta:Gajah Mada Press.
Subroto.1992. “Penelitian Kualitatif”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sutopo. 2002. “Metodelogi Penelitian Kualitatif”. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2000. Teori Kasusastraan (Terjemahan Melanic Budianti). Jakarta: Gramedia.










Tak Berubah

Kau masih seperti dulu
Menyakiti hatiku
Membuatku cemburu
Menahan sesak di dadaku


Tak berubah kelakuanmu
Janji diingkari olehmu
Setelah maaf ku berikan
Namun tak juga kau perbaiki kesalahan

Haruskah ku akhiri
Cinta yang telah tertanam dihati
Seiring perbuatanmu
Masih melukaiku

Mungkin cintamu telah berubah
Hingga kau berpaling arah
tak lagi mencintaiku
Hingga kau tak merubah sifatmu

Friday, September 28, 2012

Uniknya Bahasa Orang Pati



Bahasa merupakan alat komunikasi system lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi antar sesame manusia. Di dunia ini tidak ada satupun suku, bangsa, maupun kelompok masyarakat yang tidak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Di Indonesia sendiri terdapat ratusan bahasa, bahasa tersebut pada umumnya ditemukan diberbagai tempat. Karena di Indonesia sendiri banyak sekali suku yang tinggal, mulai dari suku Jawa, Batak, Betawi, Tengger dan lain sebagainya. Begitu banyaknya suku yang ada di Indonesia mebuat banyak ragam bahasa yang mereka gunakan. Misalnya saja suku Jawa yang ada di Jawa tengah, di Jawa Tengah sendiri terdapat beberapa Kabupaten yang mempunyai gaya bahasa yang berbeda pula. Dialek ataupun sering disebut varian dari sebuah bahasa menurut pemakai yang ada di Jawa Tengah mempunyai perbedan tersendiri di setiap wilayah. Contohya saja dialek Pati yang berbeda dengan dialek Surakarta. Dialek Pati cenderung lebih kasar (Ngoko) sedangkan dialek Surakarta lebih halus karena dialek yang digunakan merupakan dialek Kraton.
Pada artikel ini sendiri akan membahas uniknya bahasa daerah Pati Jawa Tengah. Pati merupakan kota kecil yang berada di ujung utara sendiri atau berbatasan dengan kota Jepara, Kudus, Rembang. Pati mempunyai dialek yang sangat khas, diantara penggunakan imbuhan ‘’em/nem’’ yang menunjukkan kata ganti “milik”(wekem, hapenem, kursiem, rambutem). Misalnya saja bisa diterangkan dalam kalimat berikut. “Omahem cat e warnane apa?’’ (Rumahmu catnya warna apa?). beda dengan Surakarta yang menggunakan imbuhan “mu”. Tak hanya itu, orang Pati dalam penekanan kalimat biasanya menggunkan imbuhan “leh” memang tidak ada artinya tapi biasanya digunakan dalam percakapan. Misalnya saja “Piye leh mas, kok rambutem mbuk semir abang” (Bagaimana mask ok rambutmu disemir warna merah). Bukan hanya itu saja, ada kata “ndang gage” (cepat dong) biasanya diikuti imbuhan “go” misalnya saja “ndang gage go tuku beras” (Cepetan dong beli beras). Orang-orang Pati biasanya dapat dikenali dari ujarannya yang telah diterangkan di atas, untuk lebih spesifik ada tiga ujaran yang paling familiar yaitu :leh, go, nem/em”.
Ada pula istilah yang ada di Pati yang berbeda dengan daerah lain misalnya saja dalam mengungkapkan kata dingin, orang Pati biasanya mengucapkan kata “atis”,  ‘’teter’ yang berarti rusak, “jungkat” yang artinya sisir, “mbadok” yang artinya makan, dan masih banyak lagi yang belum saya tuliskan. Dari satu kota saja kita bisa melihat betapa banyaknya keaneragaman bahasa yang ada belum lagi kalau kita membahas bahasa yang ada di seluruh Indonesia. Untuk itu kita harus bangga dengan kebudayaan maupun tradisi yang ada di negeri tercinta kita, Indonesia. Karena tanpa kebudayaan dalam hal ini bahasa, kita tidak akan maju. Oleh karena itu marilah kita melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia agar tidak punah dimakan jaman.
Karya Deny Pranata/A310090272

Tuesday, September 25, 2012

Yu Mas Penjual Nasi Gudeg Pekalongan

Yu Mas Pekalongan
Anda pasti kenal yang namanya Nasi Gudeg, karena makanan ini hampir ada di setiap daerah. Kali ini saya akan memperkenalkan seorang penjual nasi gudeg yang sudah berpuluh tahun dalam menjalani bisnis Nasi Gudeg. Kurang lebih 45 tahun beliau menjalani bisnis ini, Yu Mas namanya, nenek yang saat ini berusia 90 tahun ini masih eksis berjualan nasi gudeng di pinggir jalan blimbing Kota Pekalongan. Silakan mampir jika berada di Pekalongan.... 

Saturday, July 7, 2012

ANALISIS NOVEL KHUTBAH DI ATAS BUKIT Karya: Kuntowijoyo


A.Sinopsis
Barman adalah seorang laki-laki tua yang sejak muda hidupnya selalu berpindah tempat tinggal, ia hidup bersama anaknya yaitu Boby, sedangkan istrinya meninggal dunia sejak Bobi masih kecil. Setelah istrinya meninggal dunia, Barman sering hidup bersama pelacur untuk bersenang-senang. Kehidupannya pun sangat mewah dan serba kecukupan. Sehingga baginya wanita adalah dunia yang sangat mengasyikan. Setelah pensiun sebagai Diplomat, Barman kembali ke tanah air. Ia membuka usaha bidang percetakan namun lama-lama usaha tersebut membuatnya bosan dan jenuh. Hingga Bobi menyarankan agar Barman mau pergi ke bukit bersama Popi wanita yang telah dipilih oleh Bobi. Kehidupan Barman dan Popi sangat bahagia, karena Popi selalu setia mendampingi Barman. Ia membuat Barman bangga. Tetapi Barman justru merasa gelisah karena ia selalu gagal dalam menikmati malam bersama Popi, terutama setelah ia bertemu dengan Human.
Barman dan Human sangat akrab hingga mereka menjalin persahabatan antara dua laki-laki yang mempunyai postur tubuh yang sama. Tetapi Barman merasa bingung setelah mendapatkan pelajaran dari Human yang mengatakan bahwa milikmu adalah belenggumu. Setelah lama ia berpikir, Barman pun merasa bersalah karena meninggalkan Popi. Tak lama kemudian Human meninggal. Setelah kematian Human, Barman menjalankan ajaran Human secara misterius. Setelah kematian Human, Barman memperoleh warisan yang berupa rumah yang ditempati Human dulu. Ia merasa cukup bahagia hidup atau tinggal di tempat itu. Pada saat ia merasakan kebahagiaan itu tiba-tiba ingin berbagi kebahagiaan dengan orang-orang pasar, ia selalu berkata, “Berbahagialah engkau”. Setelah esok harinya pasar gempar. Hal itu disebabkan oleh orang-orang yang menceritakan bahwa mereka menyimpulkan bahwa mereka itu tidak mimpi atau ia meresa kalau peristiwa itu benar-benar ada atau nyata.
Mendengar kabar yang membahagiakan itu, mereka berdondong-bondong mengunjungi rumah Barman untuk meminta kebahagiaan. Tetapi orang-orang sampai di Bukit, Barman justru merasa bingung harus berbicara apa dengan orang-orang itu. Akhirnya ia mampu mengucapkan khutbahnya dengan berkata bahwa “Hidup ini tidak berharga untuk dilanjutkan, bunuh dirumu”. Mendengar pernyataan dari Barman tersebut membuat semua orang ricuh sebagai konsekuensi dari khutbahnya, Barman pun bunuh diri tanpa sepengetahuan orang-orang disekitarnya. Dengan cara terjun ke jurang ia mengakhiri hidup dan masa depannya.
Setelah Barman meninggal dunia, peristiwa itu disusul dengan kematian Pak Jaga. Namun ia tidak dapat ditemukan. Hal inilah yang membuat seluruh orang pasar menjadi gempar, mereka berbondong-bondong mencari keberadaan mayat Pak Jaga, namun sayangnya mereka tetap tidak mampu menemukan mayat Pak Jaga. Suasana pasar benar-benar ricuh, apalagi tukang sapu itu, ia hanya bisa merenung. Pada akhirnya Popi pun meninggakan rumah itu. Ia menemui sopir truk dan ia segera melepaskan hasratnya yang selama ini ia pendam pada orang yang disayanginya.
B. Makna Psikologis
Berdasarkan sinopsis tersebut, novel ini mengandung beberapa fenomena yang berkaitan dengan kejiwaan yang tampak dalam perilaku tokoh-tokohnya. Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang tokoh bernama Barman yaitu pensiunan diplomat. Barman ditinggal mati oleh istrinya semenjak anaknya masih kecil yaitu Bobi. Memang kehidupannya mewah yang disertai wanita cantik yang selalu menemaninya. Sehingga yang ia inginkan selalu ia peroleh. Sebagai rasa hormat, Bobi menyuruh Barman untuk menghabiskan sisa hidupnya di bukit dengan ditemani Popi, wanita cantik itu. Gadis cantik itu selalu membuat Barman bahagia. Kemudian di bukit itu Barman bertemu dengan Human yaitu seseorang sahabat yang selalu memberi nasihat kepada Barman. Sebelum Human meninggal ia berpesan bahwa milikmu adalah belenggumu. Setelah itu hari-hari Barman menjadi sepi karena ditinggalkan oleh sahabat tercintanya. Akhirnya Barman meneruskan ajaran Human, kehidupannya dikelilingi banyak orang yang percaya bahwa ia adalah dewa. Rumahnya selalu dipenuhi orang mereka menanam bunga-bunga di rumah peninggalan Human. Akhirnya Barman memutuskan untuk pergi ke atas bukit, disana orang-orang sudah menunggunya, mereka meminta kebahagiaan padanya. Barman tidak bisa bicara apa-apa, kecuali “Hidup ini tidak berharga untuk dilanjutkan, maka bunuhlah dirimu”. Seketika setelah mengucapkan kalimat itu Barman mati bunuh diri dengan menjatuhkan diri ke jurang. Peristiwa itu membuat kaget semua orang. Setelah kematian Barman, Popi pergi bersama sopir truk yang tak lain adalah kekasihnya.

Friday, June 29, 2012

Pengertian Klausa


Klausa djelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri dari P, baik disertai S, O, PEL, dan KET ataupun tidak. Dengan ringkas, klausa ialah (S) P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada.
Sebenarnya unsure inti klausa ialah S dan P karena sebagian besar kalimat memiliki unsure S dan unsur P. Namun demikian, S sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat penggabungan klausa, dan dalam kalimat jawaban. Misalnya :
  1. Tengah Udin menangis menghadapi tembok, Bapak Deny masuk diantar mama Adi.
  2. Sedang bermain-main. (sebagai jawaban pertannyaan Anak-anak itu sedang mengapa?
Kalimat pertama, di samping intonasinya, terdiri dari empat a. Udin menangis; b. menghadap tembok; c. Bapak Deny masuk; dan d. diantar mama Adi. Klaus a terdiri dari unsure S dan P; klausa b terdiri dari unsure P diikuti O; klausa c terdiri dari unsure S dan P; dan klausa d terdiri dari unsure P diikuti oleh KET. Akibat penggabungan klausa a dengan klausa b, S pada klausa 2 dibuangkan; demikian pula akibat penggabungan klausa c dengan klausa d, S pada klausa d dibuangkan. Lengkapnya klausa-klausa tersebut sebagai berikut; a. Udin menangis; b. Udin menghadap tembok; c. Bapak Deny masuk; dan d. Bapak Deny masuk diantar mama Adi.
Kalimat kedua Sedang bermain-main, di samping intonasinya, terdiri dari satu klausa, ialah sedang bermain-main, yang hanya terdiri dari P. S-nya dibuangkan karena merupakan jawaban dari suatu pertanyaan. Lengkapnya klausa tersebut berbunyi anak-anak itu sedang bermain-main.
Dengan uraian di atas, jelasnya bahwa unsure yang selalu ada dalam klausa ialah P. unsure-unsur lainnya mungkin ada, mungkin juga tidak ada.



Analisis Klausa
Klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, ialah :
  1. Berdasarkan fungsi unsure-unsurnya.
  2. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya.
  3. Berdasarkan makna unsure-unsurnya.

Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi unsure-unsurnya
Klausa terdiri dari unsure-unsur fungsional yang disini disebut S, P, O, PEL, dan KET. Kelima unsure ini memang tidak selalu ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P, kadang terdiri dari S, P, dan O, kadang-kadang terdiri  dari S, P, dan KET, kadang-kadang terdiri dari S, P, PEL, dan KET, dan kadang-kadang hanya terdiri dari P saja. Unsure fungsional yang selalu ada dalam klausa ialah P; unsure-unsur yang lain mungkin ada, mungkin juga tidak ada.

S dan P
Sebelum dijelaskan apa yang dimaksud dengan S dan P dasar penentuannya, lebih dulu marilah kita perhatikan dua kalimat di bawah ini :
  1. Agung tidak berlari-lari.
  2. Badannya sangat lemah.
Kalimat pertama  di atas terdiri dari dua unsure ialah unsure yang berupa klausa, ialah Agung tidak berlari-lari, dan unsure yang berupa intonasi, ialah (2) 3 // (2) 3 1 #. Unsure Agung memiliki intonasi (2) 3 // dan unsure tidak berlari-lari memiliki intonasi (2) 3 1 #. Jelasnya demikian :

Agung tidak berlari-lari
(2)3       // (2)          3 1 #
Unsure klausa yang memiliki intonasi (2) 3 // di sini merupakan S klausa itu, sedangkan unsureklausa yang memiliki intonasi (2) 3 1 # merupakan P klausa itu. Dengan demikian, unsure Agung merupakan S klausa itu, dan unsure tidak berlari-lari merupakan P-nya, atau dengan kata lain, unsure Agung menempati fungsi S dang unsure tidak berlari-lari menempati fungsi P.
Kalimat kedua juga mempunyai dua unsur, ialah klausa badannya sangat lemah, dan intonasi (2) 3 // (2) # Unsur badannya memiliki intonasi (2) 3 // dan unsur sangat lemah memiliki intonasi (2) 3 # Jelasnya demikian :
badannya sangat lemah
(2) 3 //      (2)            3  #
Unsur klausa yang memiliki intonasi (2) 3 // merupakan S klausa itu, dan unsur yang memiliki intonasi (2) 3 # merupakan P-nya.
Demikianlah, unsur badannya merupakan S klausa itu, dan unsur sangat lemah merupakan unsur P-nya, atau dengan kata lain, unsur badannya menduduki fungsi S, dan unsur sangat lemah menduduki fungsi P.
Dari uraian di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa berdasarkan intonasinya, dalam kalimat yang hanya terdiri unsur-unsur inti saja S ialah unsure klausa yang berintonasi (2) 3 // dan P ialah unsur klausa yang yang berintonasi (2) 3 1 # atau (2) 3 #
Apabila unsure itu berakhir dengan kata yang suku kedua dari belakangnya bervokal /e/ seperti kata-kata lemah, keras, bekerja, penting, dan sebagainya.



O dan PEL
P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dari golongan kata verbal intrasitif, dan mungkin pula terdiri dari golongan-golongan kata yang lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti P itu. Misalnya :
  1. Pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni.
Kalimat di atas terdiri dari dua unsur, ialah klausa   pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni, dan intonasinya (2) 3 // (2) 3 1 #. Klausa pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni terdiri dari tiga unsure funsional, ialah pemerintah sebagai S, unsure akan menyelenggarakan sebagai P, dan unsur pesta seni sebagai O, yang di sini merupakan O1.
O1 selalu terletak di belakang P yang terdiri dari kata verbal transitif. Karena P itu sendiri dari kata verbal transitif. Maka klausa itu dapat diubah menjadi klausa pasif. Apabila dipasifkan, kata atau frase yang menduduki fungsi O1 selalu menduduki fungsi S. Misalnya apabila klausa dalam kalimat  tersebut dipasifkan, akan menjadi :
1.1  Pesta seni akan diselenggarakan (oleh) pemerintah.
Pesta seni yang dalam klausa (1) menduduki fungsi O1, dalam klausa kalimat (1.1) menduduki fungsi S.
Demikianlah dapat disimpulkan bahwa O1 mempunyai cirri selalu terletak di belakang P yang terdiri dari dari kata verbal transitif, dan kalau klausa itu dirubah dari klausa aktif menjadi klausa pasif.
PEL mempunyai persamaan dengan O, baik O1 maupun O2 ialah selalu terletak di belakang P. perbedaannya ialah O selalu terdapat dalam klausa yang dapat dipasifkan, sedangkan PEL terdapat dalam klausa yang tidak dapat diubah menjadi bentuk pasif. Misalnya :
  1. Orang itu selalu berbuat kebaikan.
    S                  P                      PEL
S klausa kalimat di atas ialah orang itu, P-nya selalu berbuat, dan kata kebaikan menduduki fungsi PEL.
Contoh-contoh lain misalnya :
  1. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila.
  2. Teman orang itu sedang menyanyi.
  3. Banyak orang asing belajar bahasa Indonesia.
  4. Orang tua anak itu berjualan bakmi di pasar.
Berturut-turut PEL klausa kalimat-kalimat di atas ialah Pancasila (2), menyanyi(3), bahasa Indonesia(4), dan bakmi(5).

KET
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O, dan PEL dapat diperkirakan menduduki fungsi KET. Berbeda dengan O dan PEL yang selalu terletak dibelakang P, dalam suatu klausa KET pada umumnya mempunyai letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S-P, dapat terletak di antara S dan P, dan dapat juga terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O dan diantara P dan PEL karena O dan PEL boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung di belakang P, setidak-tidaknya mempunyai kecenderungan demikian. Misalnya :
  1. Akibat taufan desa-desa itu musnah.
Dalam kalimat (1) di atas unsur yang menduduki fungsi KET ialah unsur akibat taufan yang terletak di muka S-P, unsur KET itu dapat dipindahkan ke belakang S-P, menjadi :
1.1  Desa-desa itu akibat taufan musnah.
1.2  Desa-desa itu musnah akibat taufan.
Tetapi apabila ada O atau PEL-nya, maka unsur KET itu tidak dapat dipindahkan ke tempat di antara P dan O atau PEL, kecuali apabila O itu terdiri dari frase yang panjang. Misalnya :
  1. Udin membersihkan kacamatanya dengan selampai putih.
Unsur yang menduduki fungsi KET ialah unsur dengan selampai putih yang terletak di belakang sekali. Unsur tersebut dapat dipindahkan ke depan S-P dan ke tempat di antara S dan P, menjadi :
2.2  Dengan selampai putih Udin membersihkan kacamatanya.
2.3  Udin dengan selampai putih membersihkan kacamatannya.
Tetapi tidak dapat dipindahkan ke tempat di antara P dan O menjadi :
2.4  * Udin membersihkan dengan selampai putih kacamatanya.


Analisi Klausa Berdasarkan Makna Unsur-unsurnya.
Dalam analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsure-unsurnya menjadi S, P, O, PEL, dan KET, dan dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S terdiri dari N. fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N, fungsi PEL terdiri dari N, V, Bil, dan fungsi KET terdiri dari Ket, FD, N, V.
Fungsi-fungsi itu disamping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase, juga terdiri dari makna-makna, yang sudah barang tentu makna satu fungsi yang lain, Misalnya :
  1. Aku  menemani anakku di tempat tidur beberapa saat.
S          P                      O         KET 1             KET 2
Secara fungsional klausa kalimat di atas terdiri dari fungsi-fungsi S, P, O, KET1, KET2. Fungsi S terdiri dari kata aku yang termasuk golongan N, fungsi P terdiri dari kata menemani yang termasuk kategori V, fungsi O terdiri dari unsur anakku yang termasuk kategori N, fungsi KET1 terdiri dari frase di tempat tidur yang termasuk golongan FD, dan fungsi KET2 terdiri dari frase beberapa saat yang termasuk kategori N. Karena terdapat dua KET, maka di sini disebut KET1 dan KET2.
Di bidang makna S klausa kalimat di atas menyatakan makna pelaku (Pel), ialah yang melakukan tindakan, P menyatakan makna tindakan (Tind), O menyatakan makna penderita (Pend), ialah yang menderita akibat tindakan, KET1 menyatakan makna tempat (Temp), dan KET2 menyatakan makna waktu (W).

Penggolongan Klausa Berdasarkan Struktur Internnya
Di awal sudah dijelaskan bahwa klausa terdiri dari unsur inti S dan P. Meskipun S merupakan unsur inti, namun sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat penggabungan klausa, dan dalam kalimat jawaban. Karena itu, unsur yang selalu ada pada klausa ialah P. Klausa yang terdiri dari S dan P di sini disebut klausa lengkap, sedangkan klausa yang tidak ber-S di sini disebut klausa tak lengkap.
Berdasarkan struktur internnya, klausa lengkap dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P, dan klausa lengkap yang S-nya terletak di belakang P. Yang pertama disebut klausa lengkap susun biasa, misalnya :
  1. Badan orang itu sangat besar.
  2. Para tamu masuklah ke ruang tamu.
dan yang kedua di sini disebut klausa lengkap susun balik atau klausa intervensi, misalnya :
1.1  sangat besar badan orang itu.
1.2  Masuklah para tamu ke ruang tamu.
Dalam klausa-klausa (1, 2, 1.1, dan 1.2) di atas badan orang itu menduduki fungsi S, sangat besar menduduki fungsi P, para tamu menduduki fungsi S, masuklah menduduki fungsi P, dan ke ruang tamu menduduki fungsi KET.
Klausa tak lengkap sudah tentu hanya terdiri dari unsur P, disertai O, PEL, KET, atau tidak. Misalnya :
  1. sedang bermain-main
  2. menulis surat
  3. telah berangkat ke Jakarta
Perlu dikemukakan di sini bahwa contoh-contoh di atas tidak dimulai dengan huruf capital dan tidak diakhiri dengan tanda baca karena contoh-contoh itu tidak merupakan kalimat. Demikian pula seterusnya, contoh yang tidak merupakan kalimat tidak dimulai dengan huruf capital dan tidak diakhiri dengan tanda baca.